- Beranda
- Kabar Aktual
- Kabar Rakyat
- Politik
- Era Muslim
- Internasional
- Opini
- Tokoh
- Hasan Tiro
- Tgk Abdul Jalil Cot Plieng
- Daud Beureeueh
- Teuku Nyak Arief
- Abuya Muda Wali Al-Khalidy
- Teuku Umar
- Palinglima Polem
- Teuku Cik Ditiro
- Sunan Gresik dan Ampel
- Sunan Giri, Kalijaga Dan Sunan Muria
- Sunan Bonang, Gunung Jati, Kudus dan Sunan Drajat
- M.Yamin
- Buya Hamkia
- Soekarno
- W.R Supratman
- Ahmad Yani
- Wong Fei Hung
- Hasan Tiro
- TV Online
- Games
- Bukan Teladan
KontraS Kecam Pengerahan Pasukan Densus 88 ke Aceh
__Kamis, 19 Januari 2012 10:00 WIB
JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Indonesia, mengecam keras rencana mobilisasi 780 personel Markas Besar (Mabes) Polisi Republik Indonesia (Polri) dari berbagai satuan, termasuk Detasemen Khusus (Densus) Anti Teror 88 Mabes Polri, untuk mengamankan persiapan pelaksanaan Pemilukada Provinsi Aceh, 16 Februari 2012 mendatang. Hal itu disampaikan KontraS melalui siaran persnya yang diterima Atjeh Post, Rabu (18/1). Menurut KontraS, rencana mobilisasi personel Densus Anti Teror 88 Mabes Polri amat janggal.
“Pernyataan Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Saud Usman Nasution yang menerangkan bahwa fungsi Densus 88 di Aceh adalah untuk standby di titik-titik operasi yang akan ditentukan kemudian bertentangan dengan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Densus 88, khususnya di ranah fungsi intelijen, penegakan, investigasi, penindakan dan bantuan operasional dalam rangka penyelidikan dan penyidikan tindak pidana terorisme, sebagaimana diterangkan dalam Pasal 23 Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 20120 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia,” tulis KontraS dalam rilisnya.
Kontras menilai, memanasnya kondisi keamanan di Aceh menjelang Pilkada tidak serta merta harus dijawab dengan mobilisasi pasukan keamanan dari luar Aceh. Karena menurut mereka, apa yang terjadi di Aceh bukanlah situasi yang dapat mengancam keamanan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam pandangan KontraS, pengamanan Pilkada Aceh masih dapat dilakukan oleh intitusi kepolisisan daerah Aceh. Apalagi, berdasarkan Nota kesepahaman damai MoU Helsinki antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) nomor 4 butir ke-10 (4.10 MoU Helsinki), disebutkan bahwa polisi organik, dalam hal ini Polda Aceh adalah otoritas keamanan yang bertanggung jawab untuk menjaga hukum dan ketertiban di Aceh. Jadi, menurut KontraS, “sudah seharusnya agenda pengamanan Pemilukada Aceh 2012 memaksimalkan kuantitas dan kapasitas personel Polda Aceh yang berada di lapangan.”
“Kita juga bisa memeriksa kembali Pasal 204 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dan dikuatkan dalam ayat (3), dengan penjelasan bahwa kebijakan ketentraman dan ketertiban masyarakat di Aceh dikoordinasikan oleh Kepala Kepolisian Aceh kepada Kepala Pemerintahan Aceh, sebagai otoritas politik tertinggi di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam,” sambung KontraS lagi.
Mereka menambahkan, saat ini, hal yang terpenting dilakukan adalah untuk mempertahankan perdamaian yang telah terwujud di Aceh.
“Kita juga harus belajar dari pengalaman Pemilukada Aceh 2009 silam, ketika TNI turut melakukan pengamanan hingga hari H Pemilukada. Dari hasil pemantauan KontraS Aceh, saat itu (2009, red), aparat TNI mendirikan pos-pos pengamanan di wilayah tempat pemungutan suara. Mereka bahkan terlibat dalam penurunan atribut partai, seperti yang terjadi di Aceh Utara dan mendapat ekspos luas dari media massa. Ekstremnya, aparat TNI turut mengibarkan bendera Partai Hanura dan calon kandidat Pemilukada, sebagaimana yang terjadi di Meulaboh dan Blang Pidie. Mobilisasi pasukan TNI di Aceh juga diterapkan pada penyelenggaraan Pemilu Presiden 2004 (Juli 2004, ketika itu Darurat Sipil masih diberlakukan di Aceh),” tulis KontraS lagi.
Hal-hal seperti itu, ditambahkan KontraS sangat bertentangan dengan MoU Helsinki, UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, serta khususnya UU Nomor 34 tentang Tentara Nasional Indonesia.
“KontraS juga akan menolak keras jika pasukan TNI kembali lagi dikerahkan ke Aceh untuk membatasi aspirasi politik lokal warga Aceh dalam Pemilukada 2012 yang akan datang.”
Dalam penutup rilisnya, KontraS mengharapkan penyelenggaraan Pilkada di Aceh dapat berjalan aman dan damai. “Sekali lagi, KontraS amat menghendaki penyelenggaraan suksesi politik lokal Aceh pada tahun 2012 berjalan aman, damai dan tidak memicu kembali rasa traumatik warga Aceh seperti yang terjadi di masa lalu.”[]
Sumber: http://atjehpost.com
JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Indonesia, mengecam keras rencana mobilisasi 780 personel Markas Besar (Mabes) Polisi Republik Indonesia (Polri) dari berbagai satuan, termasuk Detasemen Khusus (Densus) Anti Teror 88 Mabes Polri, untuk mengamankan persiapan pelaksanaan Pemilukada Provinsi Aceh, 16 Februari 2012 mendatang. Hal itu disampaikan KontraS melalui siaran persnya yang diterima Atjeh Post, Rabu (18/1). Menurut KontraS, rencana mobilisasi personel Densus Anti Teror 88 Mabes Polri amat janggal.
“Pernyataan Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Saud Usman Nasution yang menerangkan bahwa fungsi Densus 88 di Aceh adalah untuk standby di titik-titik operasi yang akan ditentukan kemudian bertentangan dengan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Densus 88, khususnya di ranah fungsi intelijen, penegakan, investigasi, penindakan dan bantuan operasional dalam rangka penyelidikan dan penyidikan tindak pidana terorisme, sebagaimana diterangkan dalam Pasal 23 Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 20120 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia,” tulis KontraS dalam rilisnya.
Kontras menilai, memanasnya kondisi keamanan di Aceh menjelang Pilkada tidak serta merta harus dijawab dengan mobilisasi pasukan keamanan dari luar Aceh. Karena menurut mereka, apa yang terjadi di Aceh bukanlah situasi yang dapat mengancam keamanan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam pandangan KontraS, pengamanan Pilkada Aceh masih dapat dilakukan oleh intitusi kepolisisan daerah Aceh. Apalagi, berdasarkan Nota kesepahaman damai MoU Helsinki antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) nomor 4 butir ke-10 (4.10 MoU Helsinki), disebutkan bahwa polisi organik, dalam hal ini Polda Aceh adalah otoritas keamanan yang bertanggung jawab untuk menjaga hukum dan ketertiban di Aceh. Jadi, menurut KontraS, “sudah seharusnya agenda pengamanan Pemilukada Aceh 2012 memaksimalkan kuantitas dan kapasitas personel Polda Aceh yang berada di lapangan.”
“Kita juga bisa memeriksa kembali Pasal 204 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dan dikuatkan dalam ayat (3), dengan penjelasan bahwa kebijakan ketentraman dan ketertiban masyarakat di Aceh dikoordinasikan oleh Kepala Kepolisian Aceh kepada Kepala Pemerintahan Aceh, sebagai otoritas politik tertinggi di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam,” sambung KontraS lagi.
Mereka menambahkan, saat ini, hal yang terpenting dilakukan adalah untuk mempertahankan perdamaian yang telah terwujud di Aceh.
“Kita juga harus belajar dari pengalaman Pemilukada Aceh 2009 silam, ketika TNI turut melakukan pengamanan hingga hari H Pemilukada. Dari hasil pemantauan KontraS Aceh, saat itu (2009, red), aparat TNI mendirikan pos-pos pengamanan di wilayah tempat pemungutan suara. Mereka bahkan terlibat dalam penurunan atribut partai, seperti yang terjadi di Aceh Utara dan mendapat ekspos luas dari media massa. Ekstremnya, aparat TNI turut mengibarkan bendera Partai Hanura dan calon kandidat Pemilukada, sebagaimana yang terjadi di Meulaboh dan Blang Pidie. Mobilisasi pasukan TNI di Aceh juga diterapkan pada penyelenggaraan Pemilu Presiden 2004 (Juli 2004, ketika itu Darurat Sipil masih diberlakukan di Aceh),” tulis KontraS lagi.
Hal-hal seperti itu, ditambahkan KontraS sangat bertentangan dengan MoU Helsinki, UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, serta khususnya UU Nomor 34 tentang Tentara Nasional Indonesia.
“KontraS juga akan menolak keras jika pasukan TNI kembali lagi dikerahkan ke Aceh untuk membatasi aspirasi politik lokal warga Aceh dalam Pemilukada 2012 yang akan datang.”
Dalam penutup rilisnya, KontraS mengharapkan penyelenggaraan Pilkada di Aceh dapat berjalan aman dan damai. “Sekali lagi, KontraS amat menghendaki penyelenggaraan suksesi politik lokal Aceh pada tahun 2012 berjalan aman, damai dan tidak memicu kembali rasa traumatik warga Aceh seperti yang terjadi di masa lalu.”[]
Sumber: http://atjehpost.com